Categories

Banner Ads


Kamis, 18 Juni 2009

makalah "berbagai aliran dalam islam, (aliran mu"'tazilah

PEMBAHASAN

A. Istilah Mu'tazilah
Kata "mu'tazilah" menurut sebagian besar ulama' sudah muncul sejak akhir masa sahabat, yaitu ketika sebagian pendukung Ali beruzla (menasingkan diri) dari urusan politik dikarenakan Hasan putera Ali berbaiat kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, dan mereka tidak menyetujui tindakan tersebut.
Kaum mu'tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji'ah.
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama kepada mereka, yaitu menurut Ahmad Amin, bahwa istilah mu'tazilah dengan makna khusus bahkan sudah timbul sebelum terjadinya kasus tersebut, yaitu semenjak dahulu bilamana ada orang yang menyaksikan dua kelompok saling berperang ataupun berselisih, kemudian dia tidak puas terhadap pendapat kedua kelompok itu dan tidak akan ikut campur, yang berdasarkan kitab tarikh, maka orang tersebut dikatakan ber'itizal atau mu'tazilah. Itu menurut kitab, sedangkan kenyataannya, kata mu'tazilah sering digunakan bagi golongan yang tidak ikut dalam peperangan antara Ali dan Aisyah dalam perang jamal, dan juga orang-orang yang tidak ikut campur dalam persengketaan antara Ali dan Muawiyah.
Untuk mengetahui asal usul nama mu'tazilah itu dengan sebenarnya memang sulit. Berbagai pendapat banyak diajukan oleh para ahli, tetapi belum ada yang sepakat diantara mereka, bahwa nama mu'tazilah sebagai designatie (penunjuk) bagi aliran teologi rasional dan liberal Islam, timbul sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan al-Basri di Basrah dan sebelum terjadinya di Basrah itu, terdapat kata I'tazala, al-Mu'tazilah. Tetapi apa hubungan yang terdapat antara Mu'tazilah pertama dan Mu'tazilah kedua. Sedangkan fakta-fakta yang ada masih belum memberikan kapastian. Selanjutnya siapa yang memberikan nama mu'tazilah kepada Washil dan pengikut-pengikutnya juga tidak jelas. Ada yang mengatakan golongan lawanlah yang memberikan nama itu kepada mereka. Tetapi apabila kita kembalikan kepada ucapan kaum mu'tazilah itu sendiri, akan kita jumpai keterangan-keterangan yang dapat memberikan kesimpulan bahwa mereka sendirilah yang memberikan nama itu kepada golongan mereka; atau setidaknya mereka setuju terhadap nama tersebut. Mu'tazilah sendiri sering menyebut dirinya sebagai Ahl al-'Adl atau Ahl al-Tauhid wa al-'Adl (golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan tuhan).

B. Ajaran-Ajaran Pokok Mu'tazilah
Di kalangan mu'tazilah terdapat lima ajaran dasar pokok yang harus dipegang oleh para pengikutnya, yang biasa disebut dengan "Al-khusul al-khamsah".
Pertama, Al-Tauhid (Ke-Maha Esa-an Tuhan). Tuhan akan benar-benar Maha Esa apabila Dia merupakan suatu zat yang unik, tidak ada yang bisa memyerupainya. Dengan demikian aliran mu'tazilah menolak faham at-Tajassum / antropomorphisme atau menggambarkan Tuhan dekat menyerupai makhluknya, dan mereka menolak faham tersebut bahwa Tuhan dapat dilihat manusia dengan mata kepalanya. Tuhan mempunyai sifat Qadim, yaitu sifat yang betul-betul tidak dimiliki oleh makhluknya. Tetapi Tuhan menyebut diri-Nya dalam al-Qur'an mempunyai sifat-sifat. Abu Huzail berpendapat Tuhan menurutnya, betul mengetahui tetapi bukan dengan sifat, melainkan mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan pengetahuan-Nya adalah zat-Nya. Sedangkan teks yang dipakai menurut Abu Huzail menurut al-Syahrastani adalah:
Selanjutnya Abu Huzail berpendapat bahwa manusia dengan mempergunakan akalnya, dapat dan wajib mengetahui Tuhan. Oleh karena itu, manusia harus mengetahui dan mempelajari siapa tuhan itu sebenarnya. Kalau manusia tersebut lalai dalam mengetahui Tuhan, mak ia wajib menerima ganjarannya. Yang boleh bersifat Qadim hanyalah Tuhan (la qadim illa Allah), sehingga kalau ada sesuatu yang bersifat Qadim, maka itu mestilah Tuhan. Dengan demikian demi menciptakan kemurnian Tauhid (ke-Maha Esa-an) Tuhan, maka tuhan jangan dikatakan mempunyai sifat dalam arti di atas.
Kedua, Al-'Adl (keadilan Tuhan). Faham kedua ini erat kaitannya dengan al-tauhid (yang pertama). Dengan tauhid Mu'tazilah ingin mensucikan perbuatan dirinya, sedangkan Tuhanlah yang berbuat adil, Tuhan tidak bisa berbuat zalim, sementara pada makhluk terdapat perbuatan zalim.
Tuhan Adil berarti semua perbuatan tuhan bersifat baik, Tuhan tidak bersifat buruk dan tidak melupakan apa yang wajib dikerjakannya. Tuhan juga yang memberi daya pada manusia untuk dapat memikul beban-beban yang diberikan Tuhan terhadap manusia, dan Tuhan memberi upah atau hukuman atas segala perbuatan manusia, baik kecil atau besar perbuatan yang telah di lakukan. Tuhan Adil juga berarti wajib, dalam artian wajib baginya untuk mendatangkan yang lebih baik juga terbaik bagi manusia (al-shalah wa al-ashlah).
Ketiga, al-wa'd wa al-wa'id (janji dan ancaman). Tuhan tidak akan di sebut adil jika tidak memberi upah atau hukuman kepada manusia yang mematuhi dan melanggar perintahnya.tuhan telah menjanjikan kepada siapa saja yang berbuat baik (syurga) dan kepada siapa saja yang berbuat jahat atau buruk (neraka).
Keempat, al-manzilah bain al-manzilatain (posisi diantara dua posisi) dalam artian posisi tengah bagi umat islam yang melakukan dosa besar. Faham ini juga erat kaitannya dengan faham yang kedua (keadilan). Murtakib al-Kabair, bukanlah kafir, di karenakan ia masih percaya tuhan dan nabi muhammad, tapi bukanlah mukmin karna imannya tidak sempurna. Karena bukan mukmin dia tidak bisa masuk syurga dan bukan karna kafir dia tidak masuk neraka. Nah , inilah yang dikatakan keadilan tuhan. Tetapi di akhirat nanti ia dimasukkan kedalam salah satu tempat karena menurut aliran mu'tazilah, iman bukan sekedar pengakuan dan ucapan, melainkan justru harus diwujudkan dengan amal (perbuatan). Oleh sebab itu, orang yang melakukan dosa besar betul masuk neraka, tetapi mendapat siksaan yang lebih ringan. Aliran mu'tazilah ini mendorong para umat Islam untuk bertaubatkepada Allah SWT.
Kelima, Al-Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahyu 'an al-Munkar (perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat). Kaum mu'tazilah sangatlah meneraokan prinsip ini dalam menyebarkan dakwah Islam dan membimbing orang-orang yang sesat, bertahan dari serangan orang-orang yang akan mencampur adukan antara haq dan yang bathil dengan maksud merusak umat Islam.
Faham yang kelima ini bukan hanya kewajiban bagi kaum mu;tazilah saja, melainkan bagi semua golongan umat manusia, mungkin hanya berbeda dalam melaksanakannya. Misalnya, bagi kaum khawarij harus dilakukan dengan kekerasan tetapi bagi kaum mu'tazilah hanya cukup dengan seruan saja dan bila perlu dengan kekerasan.

C. Tokoh-Tokoh Mu'tazilah dan Beberapa Pemikirannya
1. Washil Ibn Atha'
Abu Huzaifah ibn A'tha al-Ghazali(nama lengkap), lahir di Madinah tahun 80 H, dan wafat pada tahun 131 H. mengenai pemikiran dan pendapat-pendapat Washil ibn Atha', Ibnu Nadzim menyatakan nya didalam al-fahrasat di bawah judul Khatbun fi al-Tauhid wa al-'Adl, bahwasanya al-Jahiz berkata tentang Washil: "Sesungguhnya Washil adalah orang pertama yang mengatakan bahwa kebenaran dapat diketahui dari empat arah, yaitu kitab nathiq (al-qur'an) berita yang disepakati, argumentasi rasional, dan kesepakatan atau ijma' umat. Dan Washil adalah orang pertama yang disebut mengasingkan diri dikarenakan ia menghindar atau tidak sependapat ketidak tuntasan golongan Murji;ah serta berlebih-lebihannya golongan Khawarij.
2. Abu al-Huzail al- Aliaf
Nama lengkapnya adalah Abu al-Huzail Muhammad ibn Abdillah ibn Makhul al-Allaf, ia lahir pada tahun 135 H, dan wafat pada tahun 235 H, dan banyak hubungannya dengan falsafah yunani.
Sebagai salah seorang penganut mu'tazilah, Abu al-Huzail menyatakan kebebasan kehendak bagi manusia, namun berbeda dengan mereka, dia berpendapat bahwa perbuatan manusia di akhirat adalah jabariyah, dan menurutnya kehendak tidak akan sempurna kecuali apabila anggota badan mempunyai kemampuan atau kadrah untuk melaksanakan perbuatan.
3. Al-Nazzam
Nama lengkap Abu Ishaq Ibrahim ibn Sayyar ibn Mani' al-Nazzam, lahir di Basrah pada tahun 185 H dan wafat pada tahun 221 H. ia adalah murid Abu Huzail al-Allaf, seorang tokoh Mu'tazilah di Basrah. Keduanya pernah sama-sama menghadiri majelis al-Makmun.
An-Nazzam mempunyai pemikiran yang sangat menarik, yaitu bahwa Allah tidak bisa disifati dengan al-qudrah untuk berbuat jahat dan maksiyat. Perbuatan tersebut tidak ada dalam kekuasaan Tuhan. Dan berlawanan dengan pendapat para sahabat yang menyatakan bahwa tuhan kuasa melakukannya. Tapi tidak melakukannya karena perbuatan tersebut termasuk buruk, melainkan Tuhan tidak sanggup berbuat yang tidak baik, tuhan yang wajib berbuat hanya bagi manusia.
Menurut An-Nazzam, bahwa yang menjadi hakekat manusia adalah jiwanya, badan hanya sebagai alat saja. Jiwalah yang mempunyai daya, kemampuan kehidupan dan kehendak.
4. Al-Jubba'i
Abu Ali Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Khalid ibn Imran ibn Aban al-Jubba'I, di lahirkan di Jubba', daerah Khuzistan,pada tahun 235 H dan wafat pda bulan sya'ban tahun 303 H.
Diantara pemikiran yang menonjol yaitu :
a. Tentang zat Allah dan sifat-sifatnya.
Zat Allah berbeda dengan benda-benda yang di ciptakan. "sifat Allah ada dua macam, yaitu sifat zat dan sifat af'al. sifat zat ialah sifat yang kebalikannya tidak bisa dilekatkan pada Tuhan, seperti pemberian sifat kepada Allah bahwa dia 'Alim. Sedangkan sifat af'al ialah sifat yang kebalikannya bisa dilekatkan pada Tuhan seperti sifat Iradah.
b. Perbuatan Manusia
perbuatan yang diciptakan manusia yaitu kebaikan atau kejahatan, ketaatan atau kemaksiyatan, itu semua karena kebebasannya dan adanya kemampuan sebelum berbuat
c. Kedewasaan, Akal dan Ilmu
Kedewasaan manusia tidak tergantung pada umumnya, tetapi tergantung pda kesempurnaan akalnya. Yang juga disebut (al-bulugh takammulul al'aql).

D. Mu'tazilah dan Perkembangan Berikutnya
Aliran Mu'tazilah telah berkembang pesat pada masa khalifah al-Makmun, bahkan ia di jadikan sebagai madzhab resmi di nagara. Ia beranggapan bahwa sistematika berfikir dalam mu'tazilah akan dapat melahirkan ilmu-ilmu yang tangguh dan tahan uji menghadapi serangan kau Zindiq dan musuh-musuh Islam lainnya.
Berbeda dengan al- rasyid, khalifah al-Makmun justru mengambil keputusan untuk mengangkat Mu'tazilah sebagai madzhab negara. Yang dikeluarkan pada tahun 833 M, semua qadil dan muhammadiyah harus diperiksa mengenai pendapat khalqu al-Qur'an. Dengan demikian timbullah sejarah Islam yang disebut sebagai al-Mihnah atau inquisition.
Gerakan al-Mihnah tersebut mempunyai tujuan ganda yaitu: pertama, ia ingan membersihkan para aperatur pemerintahannya dan pemimpin-pemimpin masyarakat dari perbuatan-perbuatan syirik. Kedua, ia ingin memperbesar pengikut Mu;tazilah yang minoritas itu. Dan tujuan mengapa memperbesar jumlah Mu'tazilah ,, dapat di interpretasikan dalam dua pokok yaitu: pertama, karena di dorong oleh semangat Mu'tazilah, kedua, berkonotasi politik, karna al-Makmun menginginkan kedudukan Mu'tazilah cukup besar jumlahnya.
Akan tetapi fakta menunjukkan, al-Mihnah sama sekali tidak menguntungkan bagi khalifah, lebih-lebih bagi Mu'tazilah . akibatnya, Mu'tazilah kehilangan simpati di kalangan masyarakat, karena di anggap sebagai sumber bencana.
Melalui al-Mihnah, al-Mkmun berharap agar Mu'tazilah memperoleh pengikut dan simpatisan yang banyak, tetapi yang terjadi malah sebaliknya, Mu'tazilah dirugikan dan lawan-lawannya semakin banyak.
Kemunduran aliran Mu'tazilah merupakan kerugian besar bagi dunia Islam, karena setelah itu pemikiran dunia Islam secara perlahan-lahan menjadi beku dab jumud, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Amin : "Hilangnya aliran mu'tazilah merupakan bencana terbesar bagi kaum muslimin ". ini disebabkan karena ungkapan-ungkapan mereka yang rasional-filosofik lebih mudah di terima para pemikir rasional yang kebanyakan dewasa, ini lahir di negara barat.

















KESIMPULAN
Aliran Mu'tazilah memiliki suatu teori-teori dan ajaran-ajaran berfikirnya berkembang secara alamiah. Pada mulanya aliran Mu'tazilah berkembang pesat tetapi pada saat datangnya gerakan al-Mihnah aliran Mu'tazilah mendapati kemunduran-kemunduran yang sngat drastis sehingga membuat kalangan masyarakat berprasangka bahwa aliran mu'tazilah adalah aliran yang mereka ungkapan terlalu berpikiran rasional yang lebih mudah diterima oleh kalangan besar saja.
Method of doubt dan emperika (fikir rasional barat). Dengan mu'tazilah yang menggunakan metode al-Syak dan al-Tajribah. Karena pemikiran mu'tazilah timbul di kalangan orang barat. Di Indonesia pun dewasa ini, secara sadar ataupun tidak, mulai kelihatan munculnya pola-pola berfikir mu'tazilah dalam membahas masalah-masalah agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar